” Al Qur’an satu Bahasa / Bahasa NUR “

 


Menurut Al Qur’an satu Bahasa adalah persoalan yang oleh Surat Yusuf ayat 1, Surat Ra’ad ayat 37, Surat Thaahaa ayat 113, Surat Syu’araa ayat 7, Surat Zuhruf ayat 2 dan Surat Ahqaf ayat 12, menyatakan: “Quraanan ‘Arabiyyan” atau “Lisaanan ‘Arabiyyan” dan “bilisaani qaumihi”.
Setiap pelajaran Nahu-Sharaf,Tata Bahasa Arab,tentu hafal di luar kepala akan rumusan “Ya Nisbah, ialah nisbatu syaidin ilaa sayi-in”, artinya “Ya Nisbah” (double huruf Ya pada akhir sesuatu perkataan) ialah membangsakan/merumpunkan dua sesuatu ,menjadi serumpun/sekeluarga. Dengan demikian maka “Quraanan ‘Arabiyyan” atau “Lisaanan ‘Arabiyyan”, sama dengan “bilisani qaumihi”,menjadi berarti “Bahasa Al Quran yang serumpun/sekeluarga dengan bahasa Arab”. Artinya bahasa Al Quran adalah satu bahasa tersendiri dan bahasa Arab juga satu bahasa tersendiri pula, tetapi diantara keduanya di jalin oleh satu ikatan keluarga atau rumpun pada suatu titik-tertentu.


Namun persoalan “Ya Nisbah” adalah masalah tingkatan sekolah dasar (SD) tetapi tidak kurang kita membaca para ahli Tafsir menterjemahkanayat-ayat Al Qur’an tersebut di atas, menjadi “’Quran yang berbahasa Arab”.


Masalah “bilisaani qaumihi”, yang sudah kita sitir di atas, oleh Surat baqarah ayat 127-136, Surat Ibrahim ayat 35-41, Surat Maryam ayat 41-58, Surat Syu’araa ayat 84, Surat Syaffat ayat 83, Surat Syuraa ayat 13 dan 14, Surat Qiyaamah ayat 17-18, Surat A’laa ayat 18 dan 19, menggambarkan (bahasa kaum nabi2, khusus di sini ialah kaum nabi Muhammad saw.) ialah satu bahasa ciptaan Allah untuk mengajarkan ILMU-NYA, di mulai kepada nabi Adam, seterusnya pusaka-mempusakai kepada turunannya yang menjadi kaum masing2 nabi selanjutnya, hingga nabi Ibrahim dan nabi Ismail a.s. mewariskan lagi kepada turunannya yaitu suku quraisy sebagai Indo-Babilon (Indo Samite/smith) sampai dengan nabi Muhammad dengan mana maka Allah menurunkan AQ dengan penegasan “bilisaani qaumihi”.


Adapun bahasa Arab,berpangkal kepada sisa peninggalan ‘Ad dan Tsamud,hasil perubahan dialek dari warisan nabi Shaleh dan nabi Hud, yang berpangkal kepada nabi Nuh, berkesudahan menjadi bahasa Arab Hamir atau Himyar,yang sisa-sisa nya di Indonesia sekarang ini dapat kita saksikan masih hidup dalam kalangan Arab Tanah Abang dan Krukut. Adapun kenyataan, hasil pertumbukan nabi Ibrahim dan nabi Ismail dengan Arab, mengakibatkan penaklukan Arab sehingga lambat laun lebih-lebih penaklukan alam pikiran oleh AQ MS-Rasul seumumnya sehingga hamper-hampir se-antero Arab mengambil bahasa Quraisy/bahasa Al Quran menjadi bahasa mereka, tapi yang demikian bukanlah alasan yang jujur untuk mencap “Al Quran bahasa Arab” atau “bahasa kaum nabi Muhammad adalah bahasa Arab”,seperti terlihat dalam kalangan para ahli Tafsir di Indonesia.


Di dalam satu hadist nabi Muhammad saw menegaskan hubungan bahasa Arab dan bahasa Quraisy/bahasa Al Quran, demikian, Artinya : .”Kecintaanku kepada Arab berdasar 3 alasan,oleh karena saya pribadi serumpun/sekeluarga dengan Arab,bahasa Al Quran serumpun dengan bahasa Arab dan bahasa para pendukung jannah (hasanah di dunia dan hasanah di akhirat) serumpun dengan bahasa Arab”


Untuk mencegah salah paham, oleh karena resikonya sangat besar,maka bahasa AQ MS-Rasul ini kita namakan bahasa AQ atau bahasa NUR. Dan semua bahasa yang lain, menurut gambaran Surat Ali Imran ayat 78, Surat Nisa’ayat 45, Surat Nahl ayat 116, Surat Rum ayat 22,Surat Muntahinah ayat 2,dsb,adalah satu perubahan dialek dari bahasa NUR. Dan untuk mudahnya,sebaiknya buat kita sket (menyusul).


Perhatian!!, Perubahan dialek dari NUR ke berbagai lain, untuk mudahnya kita sebut dialek Zdulumat, sebagai alat, adalah akibat dari pergeseran IMAN menjadi kufur. Tetapi tetapnya dipakai dialek NUR belum berarti bahwa kesadarannya itu tetap NUR dan atau tidak bergeser ke dalam kekufuran, seperti Quraisy Jahiliyah yang tetap berdialek NUR.

Demikianlah masalah sejarah dan nama Bahasa Al Qur’an. Soalnya sederhana sekali tetapi mengandung resiko-resiko sentimentil yang sangat berbahaya untuk Al Qur’an secara objektif MS-Rasul, dan oleh sebab itu harus hati2 sekali.


Selanjutnya persoalan “Bahasa Al Quran” sebagai ucapan / bacaan tulisan pokok2 nya kita bagi menjadi
Tata Bahasa
Bentuk Bahasa
Seluk-Beluk Bahasa dsb
Begitu mendengar “Tata Bahasa Al Quran” maka serentak orang menganggap bahwa yang demikian adalah “Nahu-Sharaf” yaitu Tata Bahasa Arab.


Benarkah NAHU-SHARAF,Tata Bahasa Arab,menjadi Tata Bahasa Al Quran ?. Para ahli bahasa Indo Samit mekonstatir bahwa Nahu-Sharaf adalah kelanjutan Tata Bahasa Latin melalui Persi menjadi Tata Bahasa Arab,oleh sebab itu maka bangsa Indonesia,untuk kebutuhan yang 83% mengaku beragama Islam, dan seluruh umat Islam seumumnya,harus menumpahkan segenap perhatian dan tenaga untuk meng-studi kembali Al Quran guna dapat memperoleh Tata Bahasa l Al Quran anyg sebenarnya objektif MS-Rasul. Yaitu Tata Bhs Al Quran yang meliputi Teori Bentuk Kata dan Teori Bentuk Kalimat .
Manusia,berdasar pengalamannya, menganggap persoalan bentuk bahasa ada tiga macam,yaitu
Bahasa Percakapan
Bahasa Tulisan
Dan Bahasa Nyanyian
Bahasa percakapan ialah jumlah ucapan yang di lakukan oleh manusia secara langsung di dalam pergaulan hidup sehari-hari yang bersifat dialog dan kadang kala bercerita,kesemuanya dengan lisan,dan artinya sangat tergantung kepada tekanan-tekanan suara tetapi bukan bernyanyi untuk mana Tata Bahasa hamper-hampir di abaikan sama sekali.


Bahasa tulisan ialah jumlah yang dilakukan oleh manusia melalui tulisan, misalnya yang terdapat di dalam berbagai buku, majalah-majalah dan surat-sutat kabar, dsb., yang di dalam member atau mengartikan maknanya sangat tergantung kepada Kamus dan Tata Bahasa.


Bahasa nyanyian ialah jumlah ucapan yang dilakukan oleh manusia di dalam alunan suara berlagu di mana arti kata dan Tata Bahasa hamper-hampir lepas sama sekali dalam hubungan ini,untuk bentuk Bahasa Al Quran, timbul pertanyaan, apakah Bentuk Bahasa Al Quran MS-Rasul ini satu Bahasa Percakapan atau Bahasa Tulisan ataukah bahasa Nyanyian ?


Dan kenyataan para Qurra’ yg menyanyi-lagukan bacaan Al Quran di dalam berbagai Perlombaan Menyanyikan Al Quran di namakan Musabaqah Tilawatil Quran, dapatlah di golongkan bahwa mereka menganggap bahwa Bahasa Al Quran adalah Bahasa Nyanyian. Mengapa tidak!


Dan jikalau bukan demikian, mengapa di nyanyikan!??? dan coba nyanyikan arti terjemahannya!!!! Pasti Komeng dan Tukul atau Pelawak terkenal di Indonesia akan tertawa terpingkal-pingkal bukan untuk mengejek isi atau maknanya tetapi lucunya diri-pribadi Qurra’yang melebihi model SINYO Sinterklas.

Al Qur’an, Surat Haqqan ayat 38-42, menjawab Bentuk Bahasa Al Quran demikian, Artinya:
(38) “Tidak ada penggolongannya dengan mana kalian hidup bersikap dan berpandangan itu kecuali satu pilihan Zdulumat MS-Syaithan apapun”
(39) “Juga tidak ada pembagiannya terhadap mana kalian tidak sudi hidup berpandangan dan bersikap,yaitu alternatif NUR MS-Rasul manapun”
(40) “Sungguh yang demikian adalah bentuk Percakapan (satu ajaran dalam Bentuk Bahasa Percakapan MS-Rasul sebagai pola kehidupan bahagia”
(41) “Dan yg demikian bukanlah bentuk Bahasa Nyanyian, tetapi sayang,hanya segelintir saja terhadap kalian sudi hidup berIMAN kapan sajapun”
(42)”Juga yang demikian bukanlah Modus/Bentuk Bahasa Dukun (yang oleh karena tidak pernah jelas membutuhkan satu juru Tafsir), tetapi sayang, hanya segelintir belaka terhadap mana kalian sudi hidup sadar dalam keadaan apapun”.
(43) “Al Quran MS-Rasul ini adalah satu Turunan (dalam Bentuk Bahasa Percakapan) dari Pembimbing semesta kehidupan yang tiada tanding”

Dengan pembuktian ini menjadi jelas bahwa Bentuk Bahasa Al Quran adalah Bahasa Percakapan yang secara objektif MS-Rasul,tidak mungkin bisa di nyanyikan dengan tanpa mengesampingkan/merusak arti dan maksudnya,juga tidak dapat di pahami dengan se-mata-mata Tata Bahasa dan Kamus saja. Dari itu maka kenyataan Musabaqah Tilawatil Quran adalah salah satu diantara berbagai usaha yang dengan sadar ataupun tidak,bertujuan menghancurkan Al Quran MS-Rasul dengan dalih mensyi’arkan Islam,seperti sinyaleman Surat,Taubah ayat 32 dan Shaf ayat 8

Yang di maksud dengan “Seluk Beluk Bahasa” ialah berbagai jenis bntuk penjelasan yang di pergunakan oleh sesuatu bahasa di dalam menggambarkan arti dan maksudnya. Pada umumnya para ahli bahasa membagi persoalan “Seluk-beluk Bahasa” ini menjadi Bahasa Biasa atau Bahasa Gamblang, Pepatah Pantun dan Bahasa Ungkapan atau Perumpamaan. Para ahli Bahasa Arab menamakan yang demikian ini “Balaghah”, yang di bagi menjadi Haqiqiyyun, (keterangan dengan bahasa gamblang, Majaz dan Isti’arah (keterangan dengan bahasa ungkapan tetapi tidak memakai tanda2 perkataan “seperti”, “misal”, “umpama”, dsb. dan Tasybih (keterangan dengan bahasa ungkapan yang memakai tanda-tanda perkataan “seperti” “umpama” dan kinayah yakni sindiran, dsb.). 

Kemanakan maksudnya pepatah dan pantun ? Keki juga agaknya para ahli Balaghah sehingga mereka mengartikan Surat Thahaa ayat 74 dan Surat A’laa ayat 13 = menjadi “Mereka di dalam Neraka tidak hidup dan tidak mati”,yang sebenarnya dalam bentuk pepatah menjadi “Hidup tak menentu dan mati tak berkuburan”. Dan banyak lagi legendaris atau cerita si Nyo atau Sinterklas dari tafsiran para ahli Balaghah Bilaghah??

Jadi yang di maksud dengan “Seluk-Beluk Bahasa Al Quran” ialah berbagai bentuk penjelasan yang di pergunakan oleh Al Quran dalam melukiskan atau menggambarkan isi dan maksudnya Al Quran. Sebagai soal “Seluk Beluk Bahasa Al Quran” Surat Hijir ayat 1 dan 2 menggambarkan “Kitaabun Mubiin Bahasa Gamblang.
(1).”Ibarat Lambang yang mengandung rumusan-rumusan tertentu maka demikianlah istilah “Alif Laam Ra”,begitulah semua ayat-ayat Al Quran sebagai artinya . Pembuktian Allah yang telah di bukukan ke dalam sebuah kitab MS-Rasul ini,yaitu Al Quran yang memberi keterangan dengan bahasa gamblang tiada tanding”
(2).”Dan kadang kala yang demikian membikin menarik mereka yang atas satu pilihan Zdulumat MS-Syayaathin,bersikap negatif dengan satu harapan semoga mereka menjadi orang yang hidup dengan ISLAM satu-satunya organisasi yang agung”

Singkatnya semua ayat-ayat Al Quran yang memakai bahasa gamblang adalah termasuk kedalam Kitaabun Mubiin,di lihat dari segi bentuk penjelasan. Tetapi di lihat dari segi isi, yang demikian jelas terang maka Kitaabun Mubiin juga meliputi isi Kitaabun Mutasyaabihan. Artinya Kitaabun mempunyai dua arti khusus yaitu Kitabuun Mubiin di lihat dari bahasa ialah model atau bentuk penjelasannya dan Kitaabun Mubiin di lihat dari isi atau maknanya yang terang benderang, yang menjadi kandungan atau isi dari Kitabuun Mubiin di lihat dari bahasa dan juga yang menjadi isi atau kandungan dari Kitaabun Mutasyaabihan.


Surat Zumar ayat 23 menggambarkan “MUtasyaabihan Bahasa Ungkapan” demikian,Artinya:
“Allah telah menurunkan Al Quran MS-Rasul ini se-indah-indah sistematik menjadi satu kitab yang menjelaskan isi Al Fatihah sebagai mukaddimahnya dengan berbagai bahasa ungkapan yang menggentarkan segenap sendi mereka yang mau hidup merunduk dengan ajaran Pembimbing-nya MS-Rasul ini,selanjutnya membikin sendi-sendi dan hati mereka lembut untuk hidup sadar dengan ajaran Allah MS-Rasul ini. Demikianlah Al Quran MS-R ini adalah petunjuk Allahdengan mana DIA memberi pedoman kepada siapa yang menghendaki demikian dan siapa yang oleh Allah,atas pilihannya sendiri,men-Dzulumatkan dia Menurut Sunnah-Syayaathin maka bagi yang demikian itu bukanlah menurut yang memberi amanat”.


Selanjutnya “Mutasyaabihan Bahasa Ungkapan”,menurut perbedaan jenisnya,kita bagi lagi menjadi Ungkapan Nyata dan Ungkapan Tersembunyi.


Yang maksud dengan “Ungkapan Nyata” ialah bentuk keterangan atau penjelasan dengan jalan perumpamaan dengan tanda-tanda perkataan “seperti” “misalnya/umpama/ibarat”dsb, untuk yang demikian ini misalnya Surat NUR ayat 35 menggambarkan demikian,Artinya :


“Allah dengan AQ MS-Rasul ini adalah pemantul pandangan hidup terang benderang. Ibarat Pemantul pandangan terang benderang-Nya itu ialah seperti sebuah Kendil yang di dalamnya ada sebuah lampu. Yaitu satu lampu di dalam sebuah tabung kaca,yakni satu kaca yang bagaikan bintang gemerlapan yang di sinarkan oleh sejenis perahan dari sebangsa pohon Zaitun, yang tidak pernah tumbuh di dalam Blok Timur juga tidak di dalam Blok Barat,yang hamper-hampir jenis minyak itu sendiri menimbulkan nyala namun tidak di sentuh api .

Demikianlah Al Quran pemantul pandangan terang benderang mengandung NUR yang setinggi-tingginya (Al Quran MS-Rasul) dan NUR biasa (maling Dzlumat MS-Syayaathin).
Allah dengan AQ MS-Rasul ini memberikan satu penunjuk untuk hidup menurut NUR-Nya itu kepada siapa saja yang menghendaki demikian. Dan Allah dengan berbagai ungkapan Al Quran MS-Rasul ini mencambuk manusia kedalam satu kehidupan menurut pilihan masing-masing. Dan Allah dengan yang demikian adalah pembina ILMU untuk menjadi setiap sesuatu menurut pilihan masing-masing.

Yang di maksud dengan “Ungkapan Tersembunyi” ialah bentuk keterangan atau penjelasan Al Quran dengan jalan perumpamaan dengan tanpa tanda-tanda perkataan seperti tersebut pada Ungkapan Nyata. Untuk yang demikian a.l. Surat Baqarah ayat 25 menggambarkan demikian,Artinya :
“Dan gembirakanlah mereka yang hidup berpandangan dan bersikap dengan Al Quran MS-Rasul ini yaitu mereka yang berlaku tapan dengan yang demikian bahwa ujud kehidupan mereka yang demikian adalah (penaka) taman yang, oleh aliran sejenis irigasi,merindangkan panen melimpah ruah. Setiap kali mereka menerima hasil yang demikian niscaya mereka menyatakan sikap : “Yang demikian ini, yang kita terima sekarang, adalah satu hasil yang dulu-dulu-nya (di kala Rattil) telah di gambarkan dengan berbagai ungkapan”, Yaitu ujud mereka yang hidup dengan Al Quran MS-Rasul ini di dalam mana mereka adalah suatu susunan persatuan yang bersih dari berbagai subjektifisme (hawaahu) yakni ujud kehidupan yang demikian di dalam mana mereka adalah abadi menurut abadinya IMAN dalam keadaan bagaimana pun”


Demikian pula ayat 26, Surat Baqarah, menjelaskan demikian,Artinya :


“Sungguh Allah, dengan penurunan Al Quran MS-Rasul ini, tidak henti-hentinya bahwa DIA,dengan demikian,memberikan ungkapan (Zdulumat MS-Syayaathin) menjadi suatu yang rendah hina hingga dengan (NUR MS-Rasul ini) menjadi hal yang luhur tinggi mengatasi segala,maka adapun mereka yang hidup berpandangan dan bersikap dengan Al Quran MS-Rasul ini maka mereka menjadi ber-ILMU bahwa yang demikian adalah satu objektif menurut ajaran pembimbing mereka; dan adapun mereka yang, atas pilihan Zdulumat MS-Syayaathin,bersikap negatif terhadap yang demikian akhirnya mereka menyatakan bingung: “Apa sih Allah maksudkan yang demikian ini menjadi aneka ungkapan?”,(jawab-Nya) “DIA,dengan demikian men-Zdulumatkan massal manusia atas pilihan mereka sendiri MS-Syayaathin, juga DIA, dengan demikian menunjukkan massal manusia ke dalam satu kehidupan bahagia atas pilihannya sendiri dengan NUR MS-Rasul ini!”, tetapi DIA, dengan yang demikian, bukanlah untuk men-Zdulumatkan kehidupan kecuali penjahat-penjahat kemanusiaan itu sendirilah, menjadi perusak kehidupan di bumi dengan satu pilihan Dzulumat MS-Syayaathin”.

Dengan demikian, pada tingkat komperatif-studi, menjadi jelas terbukti bahwa tafsiran para ahli Balaghah tetapi tidak pernah paham-paham “Mutasyabihan” sehingga mengartikan yang demikian menjadi “remang-remang” namun mereka dapat percaya dan yakin benar terhadap yang demikian”.Jikalau yang demikian di pentaskan di layar Televisi,niscaya akan lebih ramai dari cerita Badut atau Pelawak semacam Komeng cs.


Lahirnya semata-mata kesalahan bahasa tetapi yang demikian, lebih jauh, bersangkut paut dengan isi atau makna .
Sudah kita ketahui bahwa “Mutasyaabihat” ialah bentuk keterangan atau penjelasan dengan Bahasa Ungkapan. Sedang “Muhkamaat”,jamak dari “Muhkamat”,yaitu mashdar golongan cewek,dan golongan cowok-nya ialah “Muhkam”,artinya hukum atau norma sosial, bentuk tingkah laku perbuatan manusia di dalam satu pergaulan hidup. Surat Ma’idah ayat 50 dan Surat An’am ayat 114,dalam hubungannya dengan Surat Baqarah ayat 257, dsb.,menggambarkan “hukum” menjadi norma sosial Zdulumat dan norma sosial NUR,namun jelas bahwa keduanya selaku keterangan/gambaran menjadi isi/makna yang terkandung didalam bahasa baik didalam Kitaabun Mubiin maupun juga di dalam Kitaabun Mutasyaabihan seumumnya.


Jadi hubungan “Mutasyabihat” dan “Muhkamat” adalah hubungan wadah dan isi atau,dengan satu perumpamaan, kandang dan kerbau. Jadi Muhkamat ialah bagian ayat-ayat Al Quran yang mengandung norma sosial saja. Yang demikian ini oleh Surat Ali Imran ayat 7 menggambarkan demikian,Artinya :
“DIA yang telah menurunkan menjadi kehidupan anda satu ajaran yang telah di bukukan menjadi satu Kitab MS-Rasul-Nya yang sebagian ayat-ayatnya adalah pembuktian-pembuktian norma sosial secara ILMIAH ( norma-norma kehidupan NUR MS-Rasul dan norma-norma kehidupan Dzulumat MS-Syayaathin),yang demikian adalah pokok utama isi Kitab, dan ayat-ayat lainnya adalah bentuk-bentuk penjelasannya dengan berbagai ungkapan. Maka adapun mereka yang hatinya itu adalah bercabang bengkok oleh permainan Dzulumat MS-Syayaathin akhirnya mereka terus membuntuti penjelasan-penjelasan atau keterangan-keterangan dalam bentuk ungkapan dari mana menjadi gambaran yang tidak berujung dan tidak berpangkal yaitu gambaran pembuktian menurut subjektifnya, padahal tidak ada yang dapat memberikan pembuktian secara ILMIAH kecuali Allah dengan satu ajaran MS-Rasul-NYA ini. Dan orang-orang yang teguh dengan nilai-nilai ILMI-ah pasti akan bersikap :


“Kami berpandangan dan bersikap demikian bahwa segala sesuatu adalah menurut pandangan ILMI-ah yang telah di ajarkan oleh Pembimbing kami MS-Rasul ini”,yaitu tiada siapapun sudi menyadari diri demikian kecuali yang berhati mantap”.

Cukup jelas dan terang bahwa Qur’an Satu Bahasa” yaitu Bahasa Al Quran, di lihat dari segi cara menggambarkan keterangan, di bagi menjadi “Kitaabun Mubiin”,yaitu bagian bahasa yang memberi keterangan secara gamblang,dan “Kitaabun Mutasyaabihan”ialah bagian bahasa yang memberikan dalam bentuk ungkapan, kesemuanya adalah persoalan bahasa sebagai alat-makna.


Sedang persoalan “Muhkamaat” adalah masalah makna yaitu satu klasifikasi /spesialisasi dari seluruh isi Al Quran yang merupakan masalah ILMU. Dengan demikian maka di dalam Kitaabun Mutasyaabihan dan Kitaabun Mubiin ada Muhkamaat, sebaliknya tidak ada Kitaabun Mutasyaabihan dan Kitaabun Mubiin di dalam Muhkamaat, dengan satu perumpamaan, di dalam kandang ada kerbau, sebaliknya tidak ada kandang di dalam kerbau.


Dalam tingkat komperatif studi, jikalau di Jawa Barat bahwa adu bagong (babi hutan) di pandang satu kesenian yang paling top, maka tafsiran para ahli Bilaghah yang mempertentangkan “Muhkamaat” dan “Mutasyaabihaat” adalah = adu kandang kerbau yang lebih hebat dari seni adu bagong di Jawa Barat. Mudah-mudahan karcisnya bisa laku lebih tinggi dari boxing sang-juara dunia Pacquiao – Marquez.
Jadi kekeliruan seni adu kandang kerbau dari penantangan “Kitaabun Mutasyaabihan” dan “Muhkamaat” bukanlah satu kesalahan terbatas kepada kesalahan bahasa semata-mata tetapi yang demikian adalah sudah komplikasis dengan kesalahan ILMU,yaitu kesalahan menanggapi Al Quran Satu ILMU ,wassalam..