Sekilas tentang Teori Siklus Sejarah
Adalah suatu sunatullah bahwa kehidupan manusia di dunia senantiasa mengalami perubahan. Dalam kehidupan umat manusia di muka Bumi sejak manusia pertama hingga terakhir, terjadi siklus kejayaan dan kehancuran dari berbagai peradaban. Allah SWT berfirman:
وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia;….. (QS.3:140).[1]
Ayat tersebut mengindikasikan terjadinya siklus jatuh-bangun,
kalah-menang, maju-mundurnya suatu peradaban. Sebab, setiap umat
memiliki ajal (QS. 3:74), yang kemudian digantikan oleh kaum yang lain
(QS. 21:11).
Dalam teori gerak sejarah, Ibnu Khaldun (ahli sejarah dan juga Bapak sosiologi) menjelaskan adanya Teori siklus sejarah dalam menggambarkan arah gerak sejarah suatu peradaban. Teori ini memiliki prinsip l’historie se repete(sejarah itu berulang). Disebut pula teori biologis, karena mirip dengan fase-fase kehidupan yang dilalui makhluk hidup, misalnya manusia lahir sebagai bayi, tumbuh menjadi anak-anak, remaja, dewasa, tua, dan akhirnya meninggal. Demikian pada tumbuhan dengan pertumbuhan, fase perkembangan, penuaan dan akhirnya mati. [2]
Sejalan dengan gerak-sejarah Arnold J. Toynbee, seorang sejarahwan Barat, menyebutkan tingkatan-tingkatan umur peradaban, sebagai berikut: genesis of civilization (lahirnya kebudayaan), growth (pertumbuhan kebudayaan), dandecline (keruntuhan kebudayaan).
Adapun gelombang kebudayaan menuju keruntuhan, terdapat tiga fase, yaitu:
(1) breakdown of civilization (kemerosotan peradaban) tandanya daya
cipta minoritas[3] dan kewibawaannya (hukum dan tata nilai) hilang,
sementara mayoritas tidak lagi mau mengikuti,
(2) desintegration of civilization tunas-tunas kehidupan mati, pertumbuhan terhenti dan daya hidu seoalh henyap,
(3) dissolution of civilization (hilang dan lenyapnya peradaban). Suatu
kebudayaan lahir karena tantangan dan jawaban (challenge and response)
antara manusia dengan segala yang ada di sekitarnya. Pertumbuhan dan
perkembangannya tersebut digerakkan oleh sebagian kecil orang (creative
minority) dalam suatu umat yang memilki kesadaran sejarah (visi dan misi
progresif) serta memiliki kelebihan baik fisik (militer) maupun Ilmu
pengetahuan (intelektual), sementara kebanyakan orang atau massa hanya
mengikut dan meniru.
Menurut Ibnu Khaldun, kehancuran sebuah negara mengandung arti munculnya negara baru. Hancurnya suatu peradaban akan digantikan oleh peradaban lain. Arnold Toynbee menyatakan bahwa di Bumi ini telah ada sekitar 21 peradaban yang sempurna dan 9 kebudayaan yang kurang sempurna[4] umat manusia yang jatuh secara silih berganti. Peradaban besar di dunia seperti peradaban Yunani, Romawi dan Persia hanya tinggal puing-puing reruntuhannya.[5]Dalam siklus jatuh bangunnya tersebut, benturan (clash) peradaban terjadi secara dialektis, Dalam konteks sejarah dunia Arab yang dikajii oleh Ibnu Khaldun, benturan (clash) peradaban terjadi antara badawah (peradaban nomanden) dengan hadharah (peradaban menetap).
Akhir Sejarah dalam Klaim Futurolog Barat
Seusai perang dingin antara Blok timur yang terdiri dari
negara-negara sosialis yang dipimpin oleh Uni Soviet dengan Blok Barat
yang terdiri dari negara-negara kapitalis yang berpaham demokrasi
liberal dan dipimpin AS berakhir dengan kemenangan AS dan sekutunya,
maka panggung sejarah dunia dikendalikan oleh pemenang tunggal sebagai
super power yang mengklaim diri sebagai “polisi dunia”.
Dalam kondisi demikian, para pemikir Barat sibuk memprediksikan dan
mencari hipotesis tentang bagaimana episode akhir sejarah progresif
perjalanan umat manusia. Francis Fukuyama dalam jurnal Interest 1989
menyatakan analisisnya melalui artikel berjudul “The End of
History”,bahwa setelah Barat mengungguli rival ideologinya; monarki
herediter, fasisme, dan komunisme, dunia telah mencapai satu konsensus
yang luar biasa terhadap demokrasi liberal. Ia berkeyakinan bahwa
demokrasi liberal adalah titik akhir dari sebuah evolusi ideologi[6]
atau bentuk final dari bentuk pemerintahan. Dengan demikian, Fukuyama
sepertinya merekomendasikan kepada bangsa-bangsa non-Barat untuk
mengikuti jejak Barat dalam peradabannya dan mengadopsi demokrasi
liberal sebagai ideologi negara.[7]
Lebih lanjut, Bernard Lewis melalui artikelnya yang berjudul “The roots
of muslim rag” membuat satu paradigma bahwa setelah berakhirnya perang
dingin, Barat membutuhkan musuh baru yang akan menggantikan posisi
komunis. Kemudian, muridnya, Samuel Huntington dalam artikel “The Clash
of Civilization?” (dalam Foreign Affairs1993), secara provokatif
menegaskan adanya perang peradaban,”Sumber konflik yang mendasar dalam
dunia baru ini bukanlah bersifat ideologis atau ekonomi. Hal yang
membelah-belah umat manusia dan sekaligus merupakan sumber konflik yang
utama adalah kebudayaan. Perang peradaban akan mendominasi peta politik
global”.[8] Ia meyakinkan bahwa Islam adalah satu-satunya peradaban yang
pernah membuat Barat tidak merasa aman. Ia secara lugas menyebut bahwa
Islam adalah musuh Barat menggantikan posisi komunisme dalam bukunya
“Who are we?”. Tesis ini di”amini” oleh Patric J. Buchanan dalam
artikelnya “Is Islam an Enemy the United States?”.[9]
Meski para pemimpin AS dalam pernyataan resmi tidak menerima hipotesis
“perang budaya”, namun kebijakan Amerika pasca Perang Dingin tampaknya
diwarnai ketakutan akan “ancaman Islam”. [10] Bahkan, Islam ditempatkan
bukan hanya sebagai musuh baru bagi Barat, tapi juga musuh bagi seluruh
kemanusiaan. Barat akhirnya menetapkan bahwa rival peradabannya yang
paling “menakutkan” adalah Islam. [11] Kelompok konfrontasionalis Barat
selalu berupaya mengajak pemerintahnya untuk menumpas kebangkitan Islam
sebelum ia menyebar menjadi virus yang mematikan. Daniel pipes
terang-terangan menyatakan bahwa: “Fundamentalis Islam menentang Barat
lebih keras dibanding yang pernah dan sedang dilakukan komunisme.
Komunisme tidak sepaham dengan kebijakan-kebijakan kita. Tapi, tidak
masalah dengan keseluruhan pandangan kita tentang dunia, termasuk cara
kita berpakaian, kawin dan berdoa”.[12] Islam ditempatkan bukan hanya
sebagai musuh baru bagi Barat, tapi juga musuh bagi seluruh kemanusiaan.
Nasib Umat Islam Masa Kini
Masa-masa dalam perjalanan fase-fase sejarah yang dilalui oleh kaum Muslimin disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya:
“تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ
يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ خِلافَةٌ عَلَى
مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ، فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ
يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا
عَاضًّا، فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا
إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، [ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً
فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ
أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ]،
ثُمَّ سَكَتَ. حديث حسن رواه الإمام أحمد والبزار وذكره الهيثمى فى المجمع
(5/188 – 189) وقال: رواه أحمد فى ترجمة النعمان والبزار أتم منه
والطبرانى ببعضه فى الأوسط ورجاله ثقات
“Kenabian tidak terwujud antara kamu sesuai dengan kehendak Allah.
Kemudian Dia akan menghilangkannya sesuai dengan kehendaknya. Sesudah
itu ada khilafah yang sesuai dengan manhaj (sistem) kenabian, sesuai
dengan kehendaknya. Lalu ada raja yang gigih (berpegang teguh dalam
memperjuangkan Islam) yang lamanya sesuai kehendak-Nya. Setelah itu ada
raja yang diktator selama waktu yang dikehendaki Allah. Lalu Allah akan
menghapusnya. Lalu, akan ada khilafah yang sesuai dengan tuntunan
kenabian. Lalu beliau terdiam”. (HR. Ahmad (IV/273) dan Ath-Thayalisi
dalam musnad-nya (no. 438).
Masa Kenabian, Khulafa ar-rasyidin dan terakhir mulkan adhon telah
berakir sampai dengan kekhalifahan Islam Islam yang terakhir khalifah
utsmaniyah, yang berpusat di Turki (1517-1924 M/923-1349 H). DR.Yusuf
Al-Qarodhowi dan ulama lainnya menyebut masa yang kita alami dewasa ini
adalah masa mulkan jabariyah (kekuasaan global yang menghegemoni) [13]
Masa ini ditandai dengan munculnya penguasa di negara-negara muslim
pasca kolonialisme Barat, yang mengadopsi sistem pemerintahan dan hukum
ala negara yang menjajahnya. Penguasa negeri muslim memaksakan sistem
impor berupa sistem kapitalisme-liberal dan demokrasi-sekuler sebagai
ideologi dan alat untuk mengatur urusan umat Islam. Sebagaimana
dinyatakan Yudi Latif, Ph.D, bahwa dalam sejarahnya, kekuatan-kekuatan
kolonial-lah yang mendorong dan memberikan perhatian yang besar pada
proyek sekularisasi sebagai upaya untuk mengenyahkan Islam dari ranah
politik (political sphere).[14]
Sebagai contoh, kasus di Turki pasca hancurnya khilafah al-Utsmaniyah
Islamiyah, Mustafa Kemal, seorang komandan militer Turki, menggunakan
kekuatan militer secara otoriter memaksakan nasionalisme (yang dikemas
dengan ideologi kemalisme) dan gerakan sekularisasi Turki. Di Mesir,
sikappseudo-demokrasi bahkan represif pemerintah dalam mengekang gerakan
dakwah dan kemenangan harokah Islamiyah, serta sikap curang rezim
militer dan penguasa nasionalis-sekuler yang dibantu Perancis di
Al-Jazair terhadap kemenangan partai FIS, dll.
Penguasa-penguasa tersebut tidaklah membawa umat Islam kepada kemajuan,
kemakmuran dan keadilan, namun justru semakin terpuruk baik dari aspek
agama, sosial, politik, ekonomi, keamanan, dstnya. Eksploitasi kekayaan
alam milik umat tanpa perhitungan yang diserahkan kepada pengusaha
kapitalis asing, terjeratnya negara oleh utang luar negeri dari
negara-negara kapitalis dengan sistem riba yang berbunga besar, sistem
ekonomi dan politik yang tunduk pada skenario negara-negara Barat,
khususnya super power AS, dst nya.
Demikianlah, sedikit demi sedikit bangunan Islam dibongkar mulai dari syariat dan kekuasaan politik yang memayunginya hingga akhirnya kewajiban-kewajiban agama yang paling asasi (fardhu ‘ain) bagi tiap pribadi muslim.
Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh ikatan simpul-simpul Islam akan
terputus satu persatu. Apabila satu ikatan simpul terputus maka orang
akan bergantung pada ikatan simpul yang berikutnya. Simpul ikatan yang
pertama kali terputus adalah hukum, dan yang paling akhir adalah sholat”
(HR. Ahmad).[15]
Akibatnya, Islam yang kaffah menjadi asing (bada-a al-Islamu ghariban wa
saya’udu ghariban kama bada’a fathubaa li al-ghurabaa). Terlebih lagi
ketika gencarnya ghazwul fikr deras melanda pemahaman dan keyakinan kaum
muslimin yang mengubah syakhsiyah-nya mengikuti way of life dan life
style ala Barat,
Rasulullah SAW bersabda: latattabi’anna…”Sungguh, kamu akanmengikuti
kebiasaan (cara hidup) orang-orang sebelum kamu sedikit demi sedikit,
hingga seandainya mereka masuk ke lubang biawak pun kamu tetap akan
mengikutinya. Para shahabat bertanya: Apakah orang yang diikuti itu
yahudi dan Nashrani? Rasulullah menjawab: Siapa lagi?” (HR. Bukhari).
Pada masa ini kekuatan umat Islam sangat lemah seperti buih (gutsa
as-sail), umat atau peradaban lainnya berlomba-lomba untuk
mengeksploitasinya. Umat Islam dewasa ini, secara kuantitas banyak,
namun secara kualitas sangat rendah. Rasulullah menyebut bahwa mereka
terjangkiti penyakit wahn yaitu hubb ad-dunya wa karohiyah al-maut.Hal
itu tampak dari gaya hidup materialis, kapitalis, liberalisdan
hedonis,serta takut berjuang untuk Islam.
Masa Depan Islam di Penghujung Sejarah
Nabi Muhamad SAW sebagai seorang yang as-shodiqul mashduq (Seorang
yang jujur dan selalu diakui kejujurannya)dan senantiasa dalam bimbingan
wahyu (QS. An-Najm: 3-4) menyebutkan dalam hadis-hadis futuristik
beliau tentang masa depan umat beliau, antara lain: Jatuhnya Kota Roma
bahkan wilayah Eropa dan Amerika pada umumnya di bawah kekuasaan Islam.
“Suatu ketika kami sedang menulis di sisi Rasulullah Saw, tiba-tiba
beliau ditanya: ”Mana yang lebih dahulu ditaklukkan, Konstantinopel atau
Romawi?”. Beliau menjawab: “Kota Heraclius-lah yang akan ditaklukan
terlebih dahulu.” (Kota Heraclius) maksudnya adalah Konstantinopel.”
(Shahih. HR. Imam Ahmad (II/176), ad-darimi (I/126), al-Hakim (III/422
dan IV/598), dll).Rumiyyah adalah Roma, ibukota Italia
sekarang.[16]Sebagaimana diketahui dalam sejarahnya, kemenangan yang
pertama diraih kaum Muslimin—yaitu direbutnya kota
Konstantinopel—dipimpin oleh Muhammad al-Fatih al-Utsmani (lebih dari
800 tahun setelah Rasulullah menyampaikan hadis tersebut). Adaoun,
kemenangan kedua (direbutnya kota Roma), InsyaAllah akan diraih dibawah
kepemimpinan khalifah yang tangguh.[17]
Selanjutnya, Kaum Muslimin akan memiliki kekuasaan atas seluruh penjuru
bumi. Rasulullah SAW bersabda : (artinya) “Allah SWT telah menghimpun
(mengumpulkan dan menyatukan) bumi ini untukku. Oleh karena itu, aku
dapat menyaksikan belahan Bumi Barat dan Timur. Sungguh kekuasaan umatku
akan sampai ke daerah yang dikumpulkan (diperlihatkan) kepadaku itu.”
(Shahih. HR. Muslim (8/171), Abu dawud (4252), At-Tirmidzi (2/27).
Masa ini adalah menjelang berakhirnya umur dunia sebab Nabi terdiam
setelah menyebut fase ini. Hal tersebut mengisyaratkan tidak ada lagi
fase setelah itu melainkan berakhirnya sejarah dunia (kiamat).
Rasulullah bersabda:“Tidak akan terjadi hari kiamat hingga kaum Muslimin
memerangi orang-orang Yahudi. Mereka ditumpas oleh kaum muslim sampai
tatkala mereka bersembunyi di balik bebatuan dan pepohonan, maka batu
dan pohon itu akan berkata: Wahai Muslim, wahai hamba Allah, ini orang
Yahudi ada dibelakangku, datang dan bunuhlah dia. Kecuali pohon Gharqod,
karena sesungguhnya ia adalah pohon kaum Yahudi”. (HR. Muslim dari Abu
Hurairah).
Keberadaan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW ini, menurut Syaikh
Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani merupakan kabar gembira
mengenai kembalinya kekuasaan kepada kaum muslimin dan tersebarnya
pemeluk Islam di seluruh penjuru dunia hingga dapat membantu tercapainya
tujuan Islam dan menciptakan masa depan yang prospektif dan
membanggakan.[18]
Kalau Fukuyama menyatakan bahwa the end of history(akhir dari sejarah
umat manusia) dimenangkan oleh peradaban Barat. Maka, kita meyakini
bahwa the end of history dimenangkan oleh peradaban Islam. Hal demikian
berdasarkan taujih Rabbani tentang pergiliran kekuasaan ( di ayat
sebelumnya) serta janji-Nya untuk kemenangan agama ini,[19] dan khabar
dari Rasulullah yang shahih di atas.[20]
Syaikh Nashiruddin Al-Albani berkata: tidak sedikit (orang) yang mengira
bahwa janji tersebut telah terwujud pada masa Nabi SAW, masa Khulafa
ar-Rasyidin, dan pada masa-masa khilafah sesudahnya yang bijaksana.
Padahal kenyataannya tidak demikian. Yang sudah terealisir saat itu
hanyalah sebagian kecil dari janji di atas sebagaimana diisyaratkan oleh
Rasul SAW melalui hadisnya—riwayat Muslim dan yang lainnya.[21]
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu
dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan
bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia
benar-benar akan mengganti kondisi mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan
tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang
kafir sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS.
An-Nur:55).
Demikianlah masa-masa itu akan berlangsung yang kebenarannya Insya Allah
telah, sedang dan akan kita saksikan: “Dan sesungguhnya kamu akan
mengetahui (kebenaran) berita Al Qur’an setelah beberapa waktu lagi”(QS.
Shaad: 88).
Perjuangan Menuju Masa Depan Kejayaan Islam
“…Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri… (QS. Ar-Ra’d : 11).
Untuk merubah kondisi kemundurun yang dialaminya pada hari-hari ini,
umat Islam harus berjuang dan bangkit. Adapun arah kebangkitan menuju
kejayaan tersebut adalah kembalinya umat Islam kepada Islam sebagai
dien-nya yaitu Islam sebagai landasan aqidah dan ideology mereka, dan
syari’at sebagai system hidup (manhajul hayah) yang diterapkan dalam
semua dimensi kehidupan. “Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu
sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu.
Maka apakah kamu tiada memahaminya?” (QS. Al-Anbiya : 10). Rasulullah
SAW bersabda: Idza tabaya’tum bil ‘inah wa akhodztum adznabal baqori wa
radhitum bizzar’I wa taraktumul jihad, sallathollahu ‘alaikum dzullan,
la yanzi’uhu hatta tarji’uw ila diinikum. (“Jika kamu telah berjual beli
dengan system riba, dan sibuk dengan (profesi kehidupan dunia berupa)
peternakan dan pertanian serta meninggalkan kewajiban jihad. Maka, Allah
akan menimpakan kepada kalian kehinaan. Kehinaan itu tidak akan dicabut
sampai kalian kembali kepada agama kalian”. (HR. Abu Dawud,
di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albani).
Tugas umat Islam adalah menyambut berita kemenangan dengan menyiapkan kekuatan (I’dad al-quwwah) serta berjihad di jalan Allah, sebagaimana Allah SWT perintahkan: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya” (QS. Al-Anfal : 60) “Hai orang-orang mu’min, jika kamu menolongAllah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.“ (QS. Muhammad : 7).
Walaupun saat ini kekuatan umat Islam sangat lemah seperti buih (gutsa
as-sail), secara kuantitas banyak, namun secara kualitas sangat rendah,
sementara umat atau peradaban lainnya berlomba-lomba untuk
mengeksploitasinya. Namun, ketahuilah, tetap akan ada para mujadid yang
“memperbaharui agama” setiap seratus tahun (1 abad).[22] Demikian pula
tetap ada selalu orang-orang yang memegang teguh Islam dan
memperjuangkannya (la tazalu thaifatun min ummati dhahiratan ‘ala
al-haq, la yadhuruhum man khalafum hatta ya’tiya amrullahi wa hum ‘ala
dzalika.” (HR, Muslim). Artinya:
“Akan senantiasa ada sekelompok umatku
yang menegakkan al-haq. Orang-orang yang menyelisihi dan memusuhi mereka
tidak akan mampu memudaratkan mereka sampai Allah menetapkan urusan-Nya
dan mereka tetap komitmen dengan sikap mereka). Mereka adalah
al-ghuraba’ wa al-firqatun al-najiyah wa at-tha’ifah al-manshurah
(orang-orang yang “terasing”, yang mendapatkan kemenangan dan
pertolongan). Semoga Allah Ta’ala menggolongkan kita termasuk bagian
dari mereka. Amiin
Muhammad Wassel menjelaskan: “dewasa ini Islam sedang melintasi suatu
fase yang sangat kritis.
Kebangkitan Islam secara luas mendapat tempat di hampir setiap negeri Muslim. Struktur-struktur politik dari berbagai negeri muslim sedang mengalami diversivikasi besar-besaran semenjak tercapainya kemerdekaan. Gerakan Islamisasi yang ditujukan untuk tercapainya renaisans intelektual dan kultural, muncul di seluruh dunia Islam dengan semangat yang sangat besar untuk merehabilitasi Islam, membangkitkan kembali kejayaan peradaban masa lalu dan membangun kembali ideologi Islam”.[23].
Wallahu A’lam Bisshowaab
———
foot note
[1] Ayat ini berkenaan dengan kekalahan kaum muslimin dalam perang
Uhud setelah sebelumnya kaum muslimin mengalahkan kekuatan kaum
musyrikin Makkah dalam perang Badar al-Kubra.
[2] Toto Suharto, MA. Epistemologi Sejarah Kritis Ibnu Khaldun.
Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. Cet. 1, 2003. Lihat hal, 92-105. Sedikit
berbeda, menurut Franz Rosenthal, Ibnu khaldun merumuskan sejarah
sebagai gerak lambat maju ke depan secara kontinyu. Namun, gerakan maju
tersebut bisa mengarah kepada kemajuan dan bisa pula bergerak mengarah
kepada kemunduran. (ada ruang evolusi-progresif).
[3] Kelompok minoritas adalah elit yang berkuasa dan ditatati oleh
massa. Mereka adalah penguasa pemerintahan, dalam trias politica adalah
eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dalam bahasa Al-Ghazali, keadaan
umat bergantung ulama dan umaranya.
[4] Misalnya; Yunani-Romawi, Maya (Amerika Tengah, Hindu, Barat (Eropa). Yang tidak sempurna: Eskimo, Sparta, Polynesia.
[5] Prof. Drs. H. Rustam E. Tamburaka,MA. Pengantar Ilmu Sejarah, Teori
Filsafat sejarah, Sejarah Filsafat dan Iptek. Jakarta: Rineka Cipta.
Cet. 1, Juli 1999. Hal. 65-66
[6] Dewasa ini, Teori evolusi yang digagas oleh Charles Darwin yang
semula terbatas pada bidang biologi, telah diadopsi oleh bidang keilmuan
lain, seperti sejarah peradaban dengan teori evolusi progresif, di
bidang politik misalnya marxisme (strunggle of live), dstnya.
[7] Dalam realitas politik Barat, tesis ini mendapat pembenaran dari
upaya-upaya pemaksaan terhadap bangsa-bangsa dunia ketiga untuk menerima
tata dunia baru (new world order) berdasarkan standar nilai Barat,
seperti impor ideologi kapitalis dan liberalisme dan demokrasi ala Barat
ke negara-negara dunia ketiga (timur khususnya Islam). Lihat. Islam dan
Radikalisme di Indonesia. Afadhal, dkk. Jakarta: LIPI Press. Cet.
Pertama, 2005. Hal. 15-17
[8] The Clash of Civilizations?. Hal. 22
[9] lihat Fawaz A. Gergez. Hal. 27-28, Nurfarid. Islam di ujung Sejarah. Artikel harian Republika. 16 Peb. 2007.
[10] Fawaz A. Gergez. Amerika dan Politik Islam: Benturan peradaban atau
benturan kepentingan?”. Terj. America and Political Islam: Clash of
Civilization or Clash of Interest. Jakarta Selatan: AlveBet. Cet. I,
sept.2002. hal.4. Fenomena kebijakan Barat atas negeri-negeri muslim
seolah-oleh membenarkan tesis tersebut. Kasus serangan WTC, invansi AS
atas Afghanistan, Irak dan Somalia, dukungan AS atas Israel menghadapi
kekuatan Islam dan Arab, tekanan atas Iran, dan insiden karikatur Nabi
Muhammad SAW. dalam kamus politik dan komunikasi media Barat, berbagai
mitologi dan demonologi dikembangkan seprti islamic threat (ancaman
Islam), Islamic bomb, the green peril (bahaya hijau), dstnya.
[11] Fawaz Gergez. Hal. 30
[12] Daniel Pipes. Same difference. Hal. 64 dalam Gergez . hal. 29
[13] Juga ulama lain mis DR. Abdullah al-Faqih, Hussein bin Ali Jabir, MA, dll
[14] Yudi Latif. Sekularisasi masyarakat dan negara Indonesia. Hal. 116
dalam Islam, negara dan civil society. Dalam makalah Kabul KASTRAT .
[15] Dalam hadis ini menggambarkan bahwa hukum dan kekuasaan yang
menegakkan hukum itu penting dalam memelihara keutuhan tegaknya bangunan
Islam. Juga secara implisit menggambarkan bahwa ketaqwaan ranah publik
dalam struktur sistem yang mengatur kehidupan umat berdampak besar pada
ketakwaan pribadi (ranah privat).
[16] Sebagian ulama memahami a-Rumiyyah dalam makna majazi-nya yang
bukan hanya Roma tetapi juga Eropa dan Imperium Barat pada umumnya.
Penyebutan itu adalah bentuk majaz Pars pro toto (menyebut sebagian
untuk makna keseluruhan).
[17] Silsilah. Hal. 4
[18] Al-Albani. Silsilah Hadis Shahih jilid I.Penerj. Drs. H.M. Qadirin Nur. Jakarta: Qisthi Press, 2005. hal. 7
[19] Huwa alladzi arsala Rasulahu bi al-huda wa ad-dini al-haq li
yuzhirahu ‘ala ad-dini kullihi wa lau kariha al-musyrikun. Dialah yang
telah mengutus RasulNya petunjuk dan agama yang benar untuk
dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak
menyukai. (Al-Taubah:33)
[20] karena Rasulullah tidaklah berbicara berdasarkan hawa nafsu, melainkan berdasarkan wahyu (lihat. QS. An-Najm: 3-4).
[21] Silsilah hadis shahih. Hal. 2
[22] Shahih, HR. Abu Dawud no. 4270, Al-Hakim 4/522 dll.
[23] Muhammad Wassel. Adaptibilitas Hukum Islam, dalam “Perubahan
kulutural, Islam pilihan peradaban. Dalam menyikapi dan memaknai
syari’at Islam secara global dan nasional.” Prof. H.R Oyje Salama S dan
Antho F, Susanto. Bandung: Refika Aditama. 2004. Hal. 19.